Jumat, 31 Mei 2013

Bidadari Yang Terlepas

Ya ALLAH, Dzat yang Maha membolak balikkan hati, hamba mohon petunjuk atas segala kegundahan hati ini. Jika memang benar dia lah bidadari yang Kau kirim untuk melengkapi agama hamba, maka persatukanlah kami dalam jalan-Mu. Hindarkanlah kami dari pelanggarannya. Dan jika memang kami tak berjodoh, maka jauhkanlah.”
  Ungkap Galih dalam ibadah malamnya kali ini.

***

 bidadari yang terlepas
"Engkau dihatiku".

Gadis itu bernama Gita, kalau dilihat dari segi parasnya mungkin memang masih banyak wanita yang jauh lebih cantik dari dia. Tapi Galih bukanlah tipikal orang yang menilai segalanya dari fisik. Kecerdasan yang tampak dari rasa keingintahuan yang besar , budi pekerti yang baik dan kesederhanaan dari diri Gita lah yang membuat lelaki berusia 24 tahun ini jatuh hati kepadanya. Galih telah mengenal Gita sejak 4 tahun yang lalu, mereka dipertemukan dalam sebuah forum, Gita yang masih duduk di bangku SMA mulai tertarik dengan materi yang disampaikan Galih. Akhirnya merekapun sering berdiskusi dalam berbagi hal, mulai dari agama, negara, pendidikan sampai pergaulan remaja. Semuanya berlalu begitu saja, mereka yang pada awalnya sedikit canggung, lama kelamaan semakin akrab, eittss akrab disini masih dalam jalur peraturan agama, dan segala hal yang menjurus pada pelanggaran. Sampai pada akhirnya Galih mulai menyadari, ada suatu perasaan aneh yang menghinggapi dirinya, kekaguman pada pribadi Gita kini telah menjelma menjadi rasa suka. Rasa sayang yang dulu layaknya kakak kepada adiknya kini berubah menjadi rasa sayang layaknya kepada seorang pacar. Inilah yang membuat Galih bingung, 3 minggu terakhir ini pikirannya tak bisa lepas dari sosok Gita.

“Assalamualaikum” sebuah suara membuyarkan lamunan Galih.

“Waalaikumsalam, eh mas Dhanu, masuk mas”. Jawab Galih seraya menutup pintu kamarnya, dan menghampiri tamunya pagi itu.

“Wah, ada apa ini, tumben pagi-pagi mampir ?” lanjut Galih.

“Gini Lih, insya Allah minggu ini aku mau berta’aruf dengan seorang gadis, aku mau kamu juga ikut.Kamu kan udah aku anggap saudara sendiri Lih. Bisa to?”

“Wah wah wah, berita bahagia ini, iya mas , insya Allah aku bisa. Semoga lancar dan barokah ya mas, ouh ya acaranya jam berapa?

“Sekitar jam 9 Lih. Yawdah, aku mau pamit dulu, harus segera ngajar soalnya.”

“Wah, kok buru-buru, gak sekalian sarapan dulu mas?”

“Wah lain kali aja Lih, makasih…” jawab Dhanu sambil beranjak dari tempat duduknya.

“Oke-oke, pak dosen…” Galih tersenyum sambil menjabat tangan Dhanu erat.

Selepas Dhanu pergi, Galih mulai bersiap menuju kantor. Sepanjang perjalanan, Galih mulai teringat akan kelanjutan masa depannya, sebenarnya tahun ini merupakan targetnya untuk segera menikah. “Yah, aku harus segera mengatakan isi hati ini kepada dia, aku tak ingin semuanya terlambat” gumaman hati Galih.

***

Setelah melaksanakan sholat isya, Galih masuk ke kamarnya. Dia memutuskan untuk menulis surat yang ditujukan kepada Gita, dia berharap ini akan menjadi awal yang baik.



Assalamualaikum,

Tulisan ini ku buka dengan Bismillah,
Karena memang hanya kekuatan dari-Nya lah aku mampu merangkai kata dalam surat ini.
Allah yang telah membawaku sampai sejauh ini, bertemu dengan banyak orang dan salah satunya engkau. Semenjak pertemuanku denganmu 4 tahun yang lalu,membuatku mengenalmu dan saat itu aku pun tak pernah tahu jika perasaanku akan berakhir seperti ini.Sesungguhnya hanya inilah inti dari semuanya,
Maukah kau membantuku?
Melengkapi agamaku,
dan mendampingiku melanjutkan jalan dakwah,
Aku tak tahu apa tanggapanmu tentang semua ini, tapi aku yakin Allah akan memberikan petujuk kepadamu untuk mengambil keputusan yang paling tepat.
Aku tunggu jawabannya 2 hari lagi. Waktu yang pendek untuk istikharah.
Wassalamualaikum,

Galih Al Maliki


Galih segera memasukka kertas yang telah selesai ia tulisi ke dalam amplop putih dengan bingkai berwarna merah biru, Galih berniat menitipkan surat ini kepada Aliya, teman Gita esok hari.

 “ Oke deh mas, ntar insya Allah langsung aku sampein ke Gita ya.”

“ Makasih ya, Al”

“Oke mas, sama-sama.”

“Yawdah aku pamit dulu ya Al, Assalamualaikum” ucap Galih kepada gadis berjibab hijau di depannya.

***

“Lih, Dhanu sudah datang lo, ndang cepet keluar to!”

“Inggih bu, sebentar” jawab Galih dari dalam kamarnya. Semenit kemudian dia keluar dengan mengenakan hem berwarna merah anggur,dilengkapi jam tangan hitam di tangan kirinya dan menghampiri Dhanu yang tengah meneguk segelas teh anget yang di suguhkan ibu galih.

“Wah mas, afwan ya harus nunggu lama.”

“Walah, ndak kok, aku juga baru datang.” Ujar Dhanu sambil meletakkan gelas ke meja di depannya.

“Lho kita dari sini cuma berdua to?” Tanya Galih.

“Nggak Lih, abis ni kita jemput Pak Anton dan Pak Hadi dulu, beliau – beliau kan sebagai pelancarnya. Sebenarnya hari ini agendanya adalah mendengar jawaban dari si dia Lih, doain semoga dia bersedia ya…”

“Wah mas, insya Allah dia pasti mau jadi istrinya mas Dhanu, siapa sih yang mau nolak lamaran lelaki yang udah mapan, dan mubaligh seperti sampean to mas, ceweknya aja yang keterlaluan kalau masih nolak juga.” Jelas Galih panjang lebar.

“Kamu itu bisa saja Lih, terlalu melebih – lebihkan, makanya kau harus segera nyusul juga, ” balas Dhanu.

“Hahaha , itu gampang mas, tinggal tunggu waktu yang tepat aja.”

Setelah itu keduanya meluncur ke tempat pak Anton dan Pak Hadi berada. Seperempat jam kemudian Xenia hitam Dhanu telah terparkir di depan rumah berwarna coklat susu, seorang bapak berbaju batik keluar dari dalam rumah dan menyambut kedatangan mereka. Segeralah mereka dipersilakan masuk ke ruang tamu, ruangan berwarna putih tulang ini cukup luas ada sebuah lemari kaca berisi berbagi macam hadist tertata rapi berada di sudut, juga sebuah foto seorang pria, nampaknya itu adalah foto bapak yang menyambut Galih tadi ketika masih muda dan di sampingnya ada seorang wanita berjilbab putih yang sedang memangku gadis kecil, disamping kiri wanita itu berdiri seorang anak laki-laki berumur sekitar 10 tahun yang tengah tersenyum lebar,foto yang di cetak 20R itu di bingkai pigora berwarna hitam tergantung manis di dinding.

“Gimana kabarnya nak Dhanu? ” sapa bapak itu memulai pembicaraan.

“Alhmdulillah baik pak,” jawab Dhanu singkat. Nampak sekali kecemasan dan kegugupan dari wajahnya, sampai-sampai dia lupa menanyakan kabar calon mertuanya sendiri.

“Kelihatannya nak Dhanu ini sudah gak sabar mendengar jawaban dari putri pak Amir” sahut pak Anton sambil melirik ke arah Dhanu yang sejak tadi sibuk dengan pikirannya sendiri, yang menjadi objek hanya tersenyum kecut.

“Ya ya ya, saya mengerti, saya panggilkan dulu.” Lanjut pak Amir seraya bangkit dari tempat duduknya.
Semenit kemudian keluarlah dua orang wanita, yang pertama seorang wanita berumur sekitar 40 tahunan mengenakan gamis berwarna hijau tua, dan satu lagi seorang gadis berbaju hijau dengan corak semanggi disertai bawahan rok putih berenda. Namun ketika Galih melihat gadis itu, dia sangat terkejut, ternyata itu adalah Gita. Galih tak habis pikir, dia bingung kenapa Gita bisa ada disini, apa mungkin dia adik dari calon mas Dhanu, atau memang dia adalah calon istri mas Dhanu???

“Nah, ini dia Gita.” Ujar pak Amir.

Gita segera duduk di kursi samping ayahnya, yang tepat berhadapan dengan Galih. Gita pun tak kalah kagetnya, setelah menyadari Galih berada tepat di depannya dia hanya mampu menundukkan kepala. Kemunculan Galih membuatnya bimbang menerima lamaran dari Dhanu, tak dapat dipungkiri Gita sebenarnya telah menaruh hati kepada Galih sejak awal mereka bertemu. Selama 4 tahun juga, dia berusaha memendamnya berharap Galih juga mempunyai perasaan yang sama. Namun, sebulan yang lalu Gita mulai melepas harapannya, nampaknya dia sudah mulai lelah berharap pada yang tak kunjung ada kepastiannya.

“Nah, langsung saja masuk ke dalam inti pertemuan pagi ini ya.” Pak Amir mulai membuka pembicaraan.

“Mengenai pernyataan nak Dhanu beberapa waktu yang lalu,Alhamdulillah jawaban dari putri saya Gita menerima lamaran nak Dhanu.”

Seluruh isi ruangan pun mengucap syukur, termasuk Galih, walaupun sebenarnya dia sendiri tak tahu, apakah ia benar-benar ikhlas mengucapkannya atau tidak. Yang pasti, saat ini dia merasakan kecewa yang luar biasa, hatinya yang mulai merekah tiba-tiba layu begitu saja. Dia hanya mampu terdiam, ingin rasanya segera keluar dari rungan ini karena semakin lama dia merasa dadanya terasa sesak. Menyaksikan gadis yang ia pinta kepada Tuhan tengan menerima pinangan sahabatnya sendiri.

“Alhamdulillah” ucap syukur Dhanu yang menghilangkan segala kegundahan hatinya. “Mmm, pak seperti yang pernah saya utarakan sebelumnya, jika dik Gita menerima lamaran saya, maka saya berharap pernikahan segera dilaksanakan, karena bulan depan saya harus segera berangkat ke Malaysia untuk melnjutkan pendidikan S2, dan saya ingin dik Gita turut menemani saya.” Lanjut Dhanu panjang lebar.

“Mengenai hal itu, kami sekeluarga telah memusyawarahkan, dan kami setuju. Lalu menurut nak Dhanu kapan waktu yang paling tepat?” jawab pak Amir.

“Bagaimana kalau bulan depan, Pak? Karena seminggu setelahnya saya harus telah memulai kuliah di Malaysia.”

“Wah sebenarnya bapak setuju saja, tapi gimana menurutmu, Nduk?” Tanya pak Amir pada putri bungsunya.

“Gita terserah ayah saja, yang terbaik menurut ayah.” Ucap Gita tetap dengan tertunduk.

“Alhamdulillah semoga lancar dan barokah.” Nah Dhanu sudah dapat calonnya, lha kamu kapan,Lih? Ucap pak Anton di selingi senyum.

“Kalau saya, belum dapat targetnya pak. Insya Allah segera menyusul.” Jawab Galih singkat disertai sesungging senyum paksaan di bibirnya.

***

Seusai pertemuan yang membahas masa depannya Gita segera mengurung diri di kamarnya. Hatinya tak karuan, dirinya telah menerima lamaran Dhanu, namun hatinya masih saja terikat oleh bayangan Galih. “Ya Allah tolonglah hamba-Mu ini, jangan biarkan terus seperti ini.” Ucapnya lirih. Akhirnya Gita teringat dengan surat yang diberikan Alya kemarin, dia segera mengobrak-abrik isi tasnya, di temukannya sepucuk surat yang tampilan depannya bertuliskan “untuk: Devrina Gita Rachma”.Seperti tulisan mas Galih, pikirnya.

Dengan tak sabar Gita mengeluarkan kertas dari dalam amplop putih itu, sesaat kemudian air matanya mulai mengalir. Hatinya serasa tercabik membaca kata demi kata yang ditulis Galih untuknya. Penyesalan, kekecewaan, kesedihan, dan kepasrahan bertumpuk membuat kepalanya terasa pening, “Kenapa harus sepert ini Ya Allah” keluhnya dengan air mata terus bercucuran membasahi pipinya.

***

Setibanya di rumah, Galih segera menunaikan sholat dhuhur, setelah itu dia membaringkan badannya diatas kasur, mencoba memejamkan mata berharap kepenatannya akan berkurang. Nyatanya malah kejadian di rumah Gita berputar kembali di batok kepalanya, suatu kejadian yang tak pernah dia duga. “Astaghfirulloh, jangan jadikan ini semua mengikis rasa cinta dan kepercayaanku pada-Mu Ya Rabb.”

“Kring…kring…kring” Nampak nama Gita di layar HP nya, Galih sempat ragu mengangkatnya.

“Hallo Assalamualaikum,,”

“Wa’alaikumsalam. Mas galih sibuk? Tanya Gita dengan suara lirih.

“Wah, ndak kok Git, ada apa?” Galih mencoba mengatur suaranya seperti tak pernah terjadi apa-apa.



………………………………

Hening…

“Mmmm, andaikan Gita buka surat dari mas Galih semenit saja sebelum mas Dhanu datang,mungkin semuanya akan berbeda.”suaranya terdengar parau, menunjukkan pertahanannya menahan tangis akan segera jebol.

Galih terdiam sesaat mendengar kata-kata gadis yang mengganggu hatinya beberapa bulan ini, dia tak tahu harus berkata apa. Beberapa waktu hanya terdengar isak tangis Gita, andaikan dia tahu Galih juga merasakan apa yang ia rasakan, hatinya lebih teriris menerima takdir ini.

“Semuanya, sudah ketentuan dari Allah. Kita hanya manusia biasa hanya mampu berencana,tapi Allah yang menentukan segalanya. Tak perlu lagi kita menyesai apa yang telah terjadi, ini semua telah tertulis bertahun-tahun sebelum kita tercipta.” Akhirnya Galih buka suara.

“Maafkan Gita mas, kenapa harus berakhir seperti ini? Apa Allah…

“Sssttt.. jangan pernah berburuk sangka pada Allah, yakinlah ini semua pasti ada hikmahnya.Mas Dhanu lelaki yang baik, berusahalah menjadi istri yang sholihah untuk dia. Mas Galih yakin Gita sekarang jauh lebih dewasa, dan pasti bisa menerima ini dengan lebih bijak.” Hatinya terasa berat mengatakan ini. “Kuatkan hatimu untuk menerima ini, rencana Allahlah yang paling terbaik bagi kita.”lanjutnya.

Seusai sambungan telepon terputus, Gita tertidur dengan air mata yang masih tersisa di pelupuk matanya. Dia memilih pergi ke alam mimpi, karena hanya dengan tidur beban yang membuatnya lelah dapat sejenak menghilang. Di sisi lain, Galih hanya mampu menahan luka dan air mata di relung kalbunya, dia hanya ingin membaginya dengan Sang Khalik, bahkan dengan angin yang sedang berhembus menerpa wajah tampannya pun tidak, bibirnya terkunci rapat mencoba menguatkan pilar-pilar hatinya yang runtuh karena Gita.

Takdir Cinta




Dia kini tak seperti dulu lagi, yang hanya bisa diam dan diam. Kini dia tumbuh menjadi seorang wanita yang lebih berani, berani dalam menegakkan apa yang ia rasa benar. Dia bukan lagi gadis kecil yang selalu bergantung dengan orang lain, kini dia telah menjelma menjadi seorang wanita muslimah yang mandiri dan berjalan tegak menyusuri jalan dakwah.
 
“Nduk, mau kemana lagi? Kamu kan baru pulang to, gak capek?”

“Inggih bu, ini ada pertemuan untuk program kerja di kampus bulan depan, insya ALLAH jam 9 baru selesai.” Jawab Vara seraya mencium tangan ibunya.

Segera dia meluncur dengan motor kesayangannya menuju masjid “ Baitul Izza” , setiba disana ternyata beberapa rekannya sudah tampak berkumpul.

“Vara, proposal bazarnya udah siap kan?” Tanya Dina salah seorang seniornya yang menjadi ketua panitia pada acara bazar bulan depan, sambil mendekat dan menjabat erat tangan Vara.

“Ouh, sudah kok mbak, tapi masih dalam bentuk file, belum sempat ngeprint.”

“Hmm, ya udah gak papa, yang penting nanti bisa di presentasikan. Ayo segera kita mulai aja acaranya.”

“Sip, Lets Go. Jawab Vara sambil berjalan mengikuti Dina.

Vara masih terhitung sebagai junior alias pemula, namun karena semangat dan kesungguhannya dia dipercaya untuk menjadi sekretaris KARISMA pada periode ini. KARISMA adalah suatu komunitas para remaja muslim di daerah Jakarta. Vara mulai membuka laptopnya, dan bersiap mempresentasikan proposal yang telah dibuatnya kepada para pengurus yang lain. Varadista yang sekarang bukanlah seperti 4 tahun yang lalu, kini dia tidak merasa canggung dan gugup lagi jika berbicara di hadapan umum, rasa percaya dirinya mulai berkembang seiring berjalannya waktu, di sertai berbagai usaha yang dia lakukan dalam memperdalam ilmunya. Khususnya ilmu mengendalikan ke-nervous-an.

Ketika Vara hendak menyalakan motornya, seseorang mendekat dan menegurnya,

“Var, besok aku tugasin meliput ya, bisa to?”

“Ouh mas Ezha,ngagetin aja, meliput acara apa mas? Jawab Vara seraya membuka kaca helm.

“Nih ada acara seminar ibu-ibu, di daerah Keputih. Jam 3 sore.”

“Ouh insya Allah, aku usahain ya, mungkin habis dari kampus langsung kesana. Mas ikut juga kan?

“Wah, masalahnya ya itu. Besok aku ada urusan penting. Urusan masa depan.” Kata Ezha dengan tersenyum lebar.

“Hayo urusan apa to? ya udah deh mas, aku pulang dulu ya, udah malam. Assalamualaikum.

“Oke, walaikumsalam, kamu memang selalu bisa mas andalkan. Hati-hati ya.”

Vara hanya bisa tersenyum mendengar pujian dari Ezha.Ezha, lelaki yang mengubah jalan hidupnya sejak 4 tahun lalu, yang selalu memberi semangat saat dia terpuruk, mengingatkan saat dia lalai, dan menempati tempat paling istimewa di hati Vara. Dan selama beberapa tahun ini Vara hanya bisa menyimpannya dalam hati, berharap Allah akan memberikan rencana terindah untuknya dan Ezha.

Esok hari selepas menyelesaikan semua kegiatan kuliah di kampus , Vara segera menjalankan tugasnya sebagai seorang jurnalis, sesuai dengan perintah dari atasannya yang tak lain adalah Ezha, dia mengikuti acara seminar ibu-ibu itu dari awal sampai akhir, tak lupa juga mendokumentasikannya melalui kamera digital yang baru di belinya seminggu yang lalu. Seusai acara, tanpa sengaja Vara mendengar obrolan ibu-ibu mengenai Madina, yang merupakan seniornya di KARISMA, bersumber dari seorang ibu, Madina akan segera menikah bulan depan.

“Hmm, siapa ya calonnya mbak Dina? jadi penasaran.” Ucap Vara dalam hati

Beberapa hari setelah meliput acara seminar, Vara bermaksud mendatangi Ezha untuk menyerahkan hasil jepretannya, namun saat itu dari kejauhan Vara melihat Ezha sedang berbincang dengan Madina. Dalam hati Vara timbul suatu keanehan, namun segera ditepisnya, “ah mungkin Cuma ngomongin masalah kegiatan bazar.” Vara memutuskan menemui Ezha setelah Madina pergi.

“Assalamualaikum mas,ini foto-foto pas seminar ibu-ibu kemarin.”

“Ouh, sip. Alhamdulillahi Jaza Killauhu Khoiroh, ya Vara. Jawab Ezha sambil menerima flashdisk dari Vara.

“Iya, Amin.”

“Eh ya Var, ini untuk kamu.” Ezha mengangsurkan sebuah undangan ke arah Vara. “Doain semoga lancar dan barokah ya.”

Vara sangat terkejut ketika membaca undangan yang bertuliskan “Syahrezha Maulana & Madina Aulia” di tangannya. Rasanya seperti ada petir yang menyambar di siang bolong, matanya mulai terasa panas, sepertinya air mata akan mengalir deras pada detik berikutnya.
“Ouh, iya mas, aku doain semoga lancar dan barokah. Maaf aku harus segera pergi. Alhamdulillahi Jazakallauhu Khoiroh. Assalamualaikum” dengan setengah berlari Vara meninggalkan Ezha yang sedikit kebingungan dengan tingkahnya, dia tak kan kuat berada di hadapan Ezha lagi. Hatinya remuk redam, dan sangat kecewa. Ezha yang menjadi bayang-bayang indahnya selama 4 tahun ini, sudah tak kan mungkin digapainya. Beberapa hari lagi Vara akan melihat Ezha bersanding dengan Madina, temannya sendiri. 
 “Humff, memang mbak Dina jauh lebih baik daripada aku, mas Ezha lebih pantas dengannya.” Gumaman hatinya itu membuatnya semakin terluka.

Vara mulai menguatkan hati agar bisa menerima kenyataan pahit itu, melihat Ezha telah menggandeng wanita pilihannya. Mencoba tersenyum saat bertemu dengan pasangan baru itu, dan mulai menghapus Ezha dari hatinya. Sampai pada suatu hari ketika Vara sedang bersantai di teras masjid, seseorang menghampirinya.

“Assalamualaikum, Vara ini untuk kamu. Tolong baca dan segera berikan jawabannya.Aku pamit. Assalamualaikum.” Hanya sepenggal kata itu yang Vara dengar dari bibir Chandra, dan diapun segera berlalu sebelum Vara sempat berkata apa-apa. Chandra adalah kakak Madina, dia juga merupakan salah seorang pengurus KARISMA Kepribadiannya yang tak banyak bicara namun tegas dalam bersikap membuat Vara segan kepadanya.
Sesampainya di rumah, Vara membuka surat dari Chandra siang itu. Dan dia begitu terkejut, ternyata itu berisikan perasaan dari Chandra yang menginginkannya untuk menjadi istrinya. Vara sangat kebingungan, semalaman dia tak bisa tidur maka diputuskan untuk bermunajat kepada-Nya. Seusai sholat istikharah, Vara memilih untuk tidur kepalanya terasa berat sekali. Dalam tidurnya dia bermimpi berada di suatu padang rumput yang hijau, dari kejauhan dia melihat seorang laki-laki memakai kemeja putih yang berjalan mendekatinya, dan saat itu dia tahu lelaki itu adalah Chandra. Lalu Chandra berucap “Semoga Allah menyatukan kita di surga-Nya kelak” dia tersenyum, seraya berbalik dan berjalan menjauh.

Vara terbangun dengan keringat menetes di dahinya, akhirnya dia yakin bahwa memang Chandra lah yang di kirim Allah untuk mendampinginya.

“ Vara, ada telepon dari Ezha.” Suara ibunya memecahkan lamunan Vara.

“Iya, halo Assalamualaikum, ada apa mas?”

“Vara, Chandra mengalami kecelakaan tadi malam, dan beberapa menit lalu dia meninggal di rumah sakit.”

Vara tak kuasa lagi mendengar ucapan Ezha, ketika dia baru saja yakin bahwa Chandra adalah pemimpin yang di karuniakan Allah untuknya, ternyata dia harus menerima kabar bahwa Chandra harus pergi meninggalkan dunia ini, sebelum sempat mendengar kesediaan Vara menjadi istrinya. Vara benar-benar merasakan kesakitan yang begitu mendalam, matanya menatap nanar nisan yang bertuliskan “Chandra Anugrah” di hadapannya, air matanya tak henti berderai, ketika di saat yang sama dia harus melihat Madina menangis dalam pelukan suaminya, Ezha, yang dulu pernah mendiami hati Vara sekian lama.


Minggu, 26 Mei 2013

MOTIVASI PEMBAKAR JIWA MU



SECANGKIR MOTIVASI PEMBAKAR JIWA
dari ust Salim A Fillah, silahkan dinikmati. silahkan..
 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Jangan mengalir meniti hidup, sebab aliran selalu menuju tempat rendah. Bersayaplah, mendakilah, meloncatlah. Meninggilah walau menyesakkan!

Berdoa b...ukanlah cara memberitahu Allah akan apa yang kita perlukan. -Dia Maha Tahu-. Doa adalah menghabiskan waktu penuh makna bersamaNya.

Sungguh beda antara yakin dan naif.
Yakin adalah semangat hati yang membersamai kebenaran. Naif adalah hawa nafsu yang dicarikan pembenaran.


Sederhana itu memperindah semua. Yang miskin jadi kaya. Yang kaya jadi mulia. Yang jelata dipercaya. Yang berkuasa, dicinta

Jika kita merasa bahwa semua orang punya masalah dengan kita, tidakkah kita curiga bahwa diri kita inilah masalahnya?

Berbahagialah orang yang berhasil menyembunyikan ibadahnya dari manusia, tetapi mampu menampakkan bekasnya berupa akhlaq mulia pada sesama.

Setiap orang akan mati di atas apa yang dia biasakan hidup padanya. Maka sekecil apapun kebaikan sangat berharga untuk diistiqamahkan.

Kebenaran hanya cantik, bila bersanding dengan kerendahan hati. Kebaikan hanya manis, jika dibersamai ketulusan jiwa. Itulah kebijaksanaan.

Dendam itu racun yang kita tenggak sendiri, lalu kita berharap orang lain yang mati. Memaafkan adalah penawarnya

Tak ada harta yang bisa kita bawa saat mati. Maka benar bahwa kekayaan tak terletak pada apa yang kita punya, melainkan apa yang kita bagi.

Dunia itu kendaraan. Jika kau yang mengendarainya, ia mengantarmu sampai tujuan. Jika ia yang mengendaraimu, hancur badan dan kehormatan.

Kita berburuk sangka pada saudara, sebab kita merasa bahwa andai berada dalam kedudukannya, diri ini juga akan berbuat jelek. Jadilah baik;)

Banyak hal yang tak kita minta, tapi Allah tak pernah alpa memberikannya. Maka pada apa yang kita mohon, bersiaplah mendapat lebih dariNya.

Allah selalu menjawab doa kita. Tapi kadang jawabnya ialah: Tidak hambaKu. Aku punya anugerah yg lebih baik untukmu dari yg kau minta itu.

Jika satu perintah Allah terasa berat bagi kita, cara membuatnya jadi ringan adalah dengan melaksanakannya. Selamat berkarya!:)

Tiap penghalang di jalan kehidupan tertakdir ada untuk satu alasan sederhana: Mengetahui sebesar apa tekad kita untuk melampauinya

Jika kau merasa bahwa segala di sekitarmu gelap, tidakkah kau curiga bahwa dirimulah yang dikirim Allah untuk jadi cahaya bagi mereka?

Sabar adalah bentuk kesyukuran menghadapi nikmat yang bernama musibah. Syukur adalah bentuk kesabaran menghadapi musibah yang bernama nikmat

Orang yang paling tidak menarik bagi sesama adalah dia yang memikirkan dirinya sendiri. Di situlah dimulainya segala penderitaan

Barakah itu bukan soal APA yang diberikan Allah. Melainkan soal BAGAIMANA Dia mengulurkannya. Dengan senyum ridha ataukah dilempar murka?

Berani hidup tak takut mati. Takut mati, jangan hidup. Takut hidup, mati saja. Selamat berjuang!:)

Rabbi, Kau uji aku dengan nikmat lalu aku bisa bersyukur, lebih aku sukai daripada Kau uji aku dengan musibah lalu aku harus bersabar

Melihat spion itu perlu. Tapi sesekali saja. Merenungi masa lalu itu niscaya. Tapi jangan sampai ia membelenggu kita

Sebab aib kita tak tertanda secara zhahir di wajah, sesama masih berbaiksangka. Mari mensyukuri itu dengan berjuang menjadi orang baik

Jika peluang maksiat yang gagal diambil masih kita sedihkan, itu penanda ada bagian hati yang harus dirawat inap;)

Kekhawatiran tidak menjadikan bahayanya membesar. Hanya diri kita yang mengerdil. Tenanglah bersama Allah;)

Selama di dunia, Allah tugaskan kita sebagai saksi dan da’i. Dengan itu kita menyiapkan diri agar di akhirat menjadi terdakwa yang baik.

Dulu:setetes air hina, dirubung lalat jika tercecer. Kelak:seonggok jijik, busuk, melendir. Kini:kesana-sini bawa kotoran. Mau sombong?:-)

Mereka sm2 dlm air, sm2 di depan pemandangan taman laut yg indah. Tapi beda: 1 tenggelam, 1 menyelam. Jadilah penyelam di laut kehidupan;)

Baik berduka ataupun terlalu gembira, kita bisa menangis. Sama juga, baik berbahagia ataupun bersedih hati, kita bisa tersenyum. Senyumlah;)

Sebab kita tak tahu ke mana takdir membawa, cara mensyukuri ketidaktahuan itu adalah dengan merencanakan & mengupayakan yang terbaik #Takdir

Dia memberitahu, bahwa kitapun tak bersih dari dosa. Bahkan ia bisa mulia dengan taubatnya, sedang kita terdosa dengan mencemoohnya

Layang-layang justru bisa terbang saat melawan angin. Jangan gentar saat memang harus menentang. Tapi pastikan ada benang terhubung padaNya.

Jika kau punya kawan, telah 3 kali marah padamu dan tahu aibmu, tapi tak pernah menjelekkanmu di depan orang, jadikan ia sahabat sejati #DDU

Tempat paling aman untuk bersembunyi adalah ruang kejujuran. Tempat yang paling nyaman untuk lari adalah lapangan pertaubatan.

“Alangkah susah cari kawan”, kata dia. Kujawab saja, “Mungkin kau mencari teman yang memberi. Kalau teman untuk diberi, aduh banyak sekali.”

Semakin sedikit kebaikan seseorang, makin banyak dia mengharapkan pujian. Semakin sedikit keburukannya, makin tegar dia akan celaan. #DDU

Berikan nasehat pada seseorang dalam sunyi dan rahasia. Sebab nasehat di tengah ramai terasa sebagai hinaan yang melukai. #AsySyafi’i

Menikahi orang yang dicintai, hanya kemungkinan. Mencintai orang yang dinikahi, jelas kewajiban. #BMC

Jadilah kawan yang mengetahui kelemahan tapi menunjukkan kekuatan, mengenali ketidakmampuan tapi memberi kesempatan. Dunia akan takluk! #DDU

TAMBAHAN :

Sepertinya Iblis salah besar ketika mengatakan api lebih baik dari tanah. Sebab api segitu-gitu saja, sementara harga tanah membubung. #Joke :P

||.....
Gimana udah terbakar?
"Berdirilah, melangkahlah. Jangan diam!
dan, sebarkan!