Seorang gadis manis dengan sebuah
novel islami di pangkuannya tampak khusyuk menyimak alur cerita dari buku yang
ia baca. Jilbab langsung pakai warna merah muda yang melekat manis menghiasi
kepalanya tampak bergerak tertiup angin, tatkala sebuah suara memanggilnya.
“Sarah, ayo masuk! Siang-siang gini
kok di luar, apa gak panas?”
“Iya,Ma. Sebentar.” Balas Sarah,
sembari menggapai tongkat di samping kanan tempatnya duduk saat ini.
Yaahhh, inilah nasib gadis yang baru
genap berusia 15 tahun itu. Karena sebuah kecelakaan motor yang ia alami 1
tahun lalu, sekarang kemanapun ia pergi harus menggunakan tongkat untuk
menyangga tubuhnya. Saat itu Sarah baru saja merayakan kelulusannya dari
Sekolah Menengah Pertama, dan sebagai hadiah, farabi mengajak adik
kesayangannya itu pergi jalan-jalan. Kakak beradik ini memang begitu dekat,
tidak ada yang mereka tutupi satu sama lain. farabi sangat sayang dengan adik
satu-satunya itu, dan seringkali memanjakannya. Kala itu, farabi tidak
menyadari saat di depannya ada sebuah truk yang mengalami ban bocor yang
tiba-tiba berhenti, alhasil dia-pun tidak bisa menghindar karena laju motor
Tiger-nya yang terlampau kencang. Dan kejadian itu merenggut kaki kanan Sarah.
Suatu kenyataan yang sangat pahit
memang, tapi Sarah menerimanya dengan berbesar hati. Bahkan dia tidak mau
menampakkan air mata kepedihannya sedikitpun di hadapan keluarganya.
“Sarah, mas minta maaf yaa, ini
semua memang karena kelalaian mas.” Ucap farabi sesaat setelah Sarah menjalani
operasi kala itu, dengan mata berkaca-kaca.
“Ndak kok mas, ini semua sudah jadi
kehendak Allah. Toh, Sarah masih lebih beruntung, karena masih punya satu kaki
yang sempurna, sedangkan diluar sana bahkan ada yang kehilangan kedua kakinya.”
Ucap Sarah ketika itu dengan senyuman manis yang disambut pelukan dari farabi.
“Kamu memang seperti bidadari, Dek!”
ujar farabi lirih tepat di telinga saudara tunggalnya itu. Sarah yang sedang
duduk di kursi roda hanya tersenyum, walaupun sebenarnya hatinya merintih.
***
Sarah, adik farabi yang
berhati peri
Tapi beberapa bulan setelah kejadian
itu farabi mulai berubah, dia kini tak pernah lagi mengajak Sarah pergi
refreshing. Bahkan ke taman yang ada di kompleks perumahan-pun farabi
seringkali tak mau. Hubungan adik-kakak ini pun menjadi semakin renggang saat
farabi di terima kerja di sebuah surat kabar terkemuka di kotanya. Sarah
merasakan semua perubahan dari diri kakaknya ini, tapi dia hanya menyimpannya
dalam hati. Kerinduan akan kebersamaannya dengan farabi menggiringnya masuk ke
kamar berukuran 4×4, yang di dindingnya di penuhi oleh foto seorang gadis cilik
dengan bocah lelaki, “itu Sarah dan mas farabi pas liburan di Jogja.” Gumamnya
lirih, sembari mengusap lembut sebuah foto yang berbingkai kayu.
Ruangan ber-cat putih inilah yang
menjadi tempat singgahnya setiap kali omelan mama tertuju padanya, dan disana
juga banyak ia habiskan waktu bersama kakak semata wayangnya itu. Mulai dari
main video game, nonton film horror, sampe bareng-bareng bikin contekan buat
ujian.
“Mas, Sarah kangen,kenapa mas farabi
berubah?” Ucapnya lirih, tak terasa pipinya telah basah oleh linangan air mata.
Sepersekian detik mata Sarah tertumbuk pada sebuah buku catatan bersampul kulit
yang dibiarkan terbuka. Mata jelinya mulai membaca kata demi kata yang ada di
dalamnya, dia yakin benar bahwa tulisan rapi ini punya farabi.
Usai sholat maghrib berjamaah, Sarah
berjalan menuju ruang makan, tempat seluruh keluarganya biasa berkumpul.
Sayang, akhir-akhir ini farabi semakin jarang makan malam di rumah, kesibukannya
membuat lelaki berusia hampir 25 tahun itu pulang larut malam.
“Ma, mas farabi sekarang sibuk
banget ya, berangkat subuh ehh pulangnya malem.” Ucap Sarah, memecah
keheningan.
“Yaa, kan mas farabi baru mulai
kerja, sayang. Jadi ya, harus rajin-rajin deh, biar di sukai sama bosnya.”
Jawab mama sekenanya, sambil menuangkan air ke dalam gelas di hadapan papa.
“Kenapa,Sarah kesepian ya, mas
farabi jarang di rumah?” sahut Papa, sambil menatap lurus ke arah anak keduanya
itu.
“Hmmm, iya sedikit.” Jawab sarah
singkat sambil nyengir kuda. Jujur, sebenarnya Sarah amat sangat kesepian, dan
kecewa dengan farabi.Tapi dia coba untuk mengerti, dan berprasangka baik atas
perubahan sikap kakaknya itu.
Jam dinding di kamarnya telah
menunjukkan pukul 11 malam, tapi Sarah masih juga terjaga, tak ada rasa kantuk
sedikitpun ia rasakan. Maka di putuskannya mengambil sebuah buku berwarna hijau
limau, buku diary pemberian kakaknya dulu.
Jum’at,
31-05-2013
Pukul 23.03
Hari ini, entah
hari keberapa sejak aku merasa mas farabi seperti orang asing. Kakak yang
selalu membuat aku bangga setiap berada di sampingnya,dia pintar, ramah,
humoris, dan tentu saja ganteng.Kakak yang menghapus air mataku setiap kali aku
menangis, kakak yang selalu memelukku saat aku ketakutan,dan kakak yang selalu
ada setiap aku membutuhkan perlindungan. Sekarang dia dimana? Dimana mas
farabi-ku?
Mas farabi,
Sarah kangen…
Kenapa mas
berubah? Apa mungkin mas farabi malu mempunyai adik yang tak lagi mempunyai
kaki yang sempurna?
Ahhh… itu gak
mungkin, mas farabi sayang kan sama Sarah? Maaf ya mas, Sarah jadi su’udzon.
Sarah cuma
kesepian, kapan mas farabi menuhi janjinya, katanya mas mau ajak Sarah ke kebun
teh lagi kan???
Gadis berkulit putih ini pun segera
menutup catatan hatinya hari ini, dan beranjak ke tempat tidur mininya. Sambil
menatap ke langit-langit kamarnya yang berwarna biru, Sarah ingat sesuatu “aku
mau kasih hadiah yang special buat ulang tahunnya mas farabi nanti” ucapnya
lirih, sesaat sebelum matanya terpejam.
Esok hari, setelah pulang dari
sekolah, Sarah tak langsung pulang, dia mampir ke sebuah rumah berlantai dua
yang terletak beberapa blok dari tempat tinggalnya. Dia mulai menjalankan
aksinya, seorang wanita muda berjilbab putih, dengan senyuman memikat datang
menghampirinya. Wanita cantik itu bernama Lia Agustina, dan kerab disapa Lia.
Tanpa terlalu banyak berbasa-basi Sarah langsung mengungkapkan tujuannya
mendatangi adik kelas kakaknya semasa SMA dulu.
“Mbak Lia, Sarah cuma mau bilang kalo sebenarnya
mas farabi suka sama mbak.” Ucap Sarah dengan memandang lekat kearah Lia
“Sarah, kamu ngomong apa sih,Dek?”
balas Lia dengan tersenyum kecut,
seraya tak percaya dengan apa yang diucapkan gadis 15 tahun di hadapannya itu.
“Sarah serius mbak, mas farabi
ternyata sudah lama suka sama mbak Lia .Apa mbak gak suka sama dia?” ujar Sarah selanjutnya.
“Saa..rah, bukan begitu, tapi….
Belum sempat Lia menyelesaikan kata-katanya, Sarah
sudah memotong,
“Mbak, Sarah sayang sekali sama mas farabi.
Sarah pengen kasih kado yang paling special buat dia. Dan kemarin Sarah baca
catatannya mas farabi, ternyata mbak Lia adalah cewek yang paling diinginkannya. Sarah, mau mbak jadi kado
special buat mas farabi-ku. Kalau mbak Lia belum yakin dengan omongan Sarah, silahkan baca buku catatan mas
farabi.” Papar Sarah panjang lebar, tangan kanannya mengeluarkan sebuah buku
dari dalam ranselnya.
Lia -pun mulai membuka, dan membaca buku bersampul coklat itu. Dia
sendiri tak pernah mengira jika itu adalah tulisan tangan farabi.Meskipun Lia pernah menaruh hati pada kakak Sarah
ini, tapi dia tak terlalu berharap jika farabi punya perasaan yang sama
dengannya. Karena sangat ia sadari, pasti begitu banyak wanita yang menawarkan
cinta pada laki-laki itu, yang tentunya jauh lebih baik darinya. Karena itulah,
gadis yang baru saja menyelesaikan kuliahnya ini tak mau berangan-angan terlalu
jauh untuk mendapatkan simpati farabi.
“Sarah, mbak benar-benar gak tahu
harus ngomong apa. ” Jawab Lia
bingung.
“Mbak tinggal jawab aja kok,
bersediakah jadi pendamping kakakku?” tanya Sarah dengan mata berbinar.
Hening sejenak. Keduanya sibuk
dengan pikiran masing-masing, terlebih Lia yang harus mempersiapkan jawaban.
“Hmmm, Sarah, mana bisa mbak Lia menolak jadi kakak ipar gadis sebaik
dan selembut kamu, Sayang…” ucap Lia
sembari menarik Sarah ke dalam pelukannya.
Sarah-pun berteriak gembira
mendengar jawaban dari Lia akhirnya
mereka berdua mulai merencanakan sebuah kejutan untuk farabi. Sebuah kejutan
untuk peringatan hari kelahiran farabi yang ke 25.
Langit tampak mendung, warna birunya
mulai berubah kehitaman. Sebenarnya Lia menawarkan diri mengantar Sarah, dia tak tega jika gadis kecil itu
harus berjalan tertatih dengan bantuan tongkat di tangannya. Tapi Sarah menolak
tawaran itu dengan halus, jadi tak ada yang bisa diperbuat Lia. Hujan rintik mulai berubah deras,
padahal Sarah belum sampai di blok rumahnya, maka ia putuskan berteduh di bawah
pohon. Kilat silih berganti mewarnai derai hujan yang tak kunjung reda, hingga
akhirnya sebuah petir menggelegar, menyambar pohon yang tampak rapuh dimakan
usia, sehingga tumbang memenuhi badan jalan.
Seorang gadis berseragam putih
abu-abu, terjerembab jatuh tertimpa batang pohon yang tumbang. Matanya sedikit
demi sedikit mulai terpejam, tak kuat lagi menahan kesakitan.Dan
kesadarannya-pun benar-benar hilang, saat beberapa orang mulai menyadari
kehadirannya.
***
Angkasa malam-pun semakin pekat,
hujan deras sore tadi telah menjelma menjadi rintik gerimis. farabi menatap
wajah cantik adiknya yang terlihat begitu merona, walaupun sedang berjuang
melawan maut. Seraut wajah yang beberapa bulan ini tak begitu ia perhatikan,
bahkan bisa dibilang telah ia abaikan kehadirannya. Hatinya berkecamuk, antara
penyesalan dan kemarahan yang ia tujukan pada dirinya sendiri, bibirnya terus
berucap asma Tuhannya, memohon untuk kesembuhan gadis kecilnya. Seorang dokter
keluar dari ruangan tempat Sarah berbaring,
“Dok, bagaimana keadaan anak saya?”
ucap Papa begitu khawatir.
“Bagaimana putri saya dok, dia
baik-baik saja kan?” sahut mama dengan untaian air mata di kedua belah pipinya.
“Luka di kepalanya sangat parah,
hanya kehendak Tuhan yang bisa membuatnya bertahan.” Papar dokter itu yang
disambut tangisan mama yang semakin keras, membuat hati farabi semakin pilu.
“Tapi, anda bisa masuk satu-persatu
untuk menemuinya, tapi jangan terlalu lama.”
Mama dan papa mulai bergantian masuk
menemui putri kebanggaan mereka yang tengah terbaring tak berdaya, berharap senyum
manisnya dapat terkembang kembali. Tibalah giliran farabi, matanya menatap
nanar ke arah Sarah berada. Butiran-butiran bening-pun mulai meluncur dari
sudut matanya.
“Sarah, bangun dong, mas farabi mau ngajak
adek ke kebun teh lo,” ucap farabi dengan suara bergetar, tepat disamping
telinga kanan Sarah.
“Maa..sss…” ucap Sarah begitu pelan.
“Saa..rahh,” farabi sangat senang
mendengar suara lembut Sarah lagi.
“See..ka..rang, jam bera..pa Mas?”
“Sekarang jam 12 malam, Sarah.”
Tutur farabi sambil membelai tangan Sarah lembut.
“See..lamat ulaa..ng tahu..nn, ya
Mas.” Lanjut Sarah dengan terbata-bata, yang mebuat farabi menangis
sejadi-jadinya. Dalam keadaan hidup dan mati-pun ternyata Sarah masih memperhatikannya.
farabi mencium kening adiknya yang terbalut perban,
“Terima kasih, Sarah. Maafkan mas,
yang gak pernah bisa menjadi kakak yang baik buat kamu, maafkan mas yang gak
pernah punya waktu untuk temenin kamu.”
“Saa..raa..h sa..yang maaa..s Farabiii..i.”
Setelah menyelesaikan kata-katanya,wajah Sarah menampakkan kesakitan yang
teramat sangat, bibirnya hanya mampu berucap nama Tuhannya. farabi yang berada
di sampingnya hanya mampu memeram perih melihat adik kandungnya tengah berjuang
di detik terakhir hidupnya.
***
Farabi terduduk di atas kasur tempat
Sarah biasanya tidur, kamar bernuansa biru laut ini tak lagi berpenghuni.
farabi mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, memandangi wajah gadis
kecilnya yang kini hanya dapat ia temui dari lembaran foto. Tangan kanannya
menggenggam buku diary Sarah, dari buku inilah dia mengetahui segala isi hati
Sarah, mulai dari kekecewaan,kerinduan, dan besarnya rasa sayang adik
perempuannya itu kepadanya.
“Mas farabi.” Sebuah panggilan
membuyarkan lamunan farabi. Ia pun menoleh ke arah sumber suara
“ LiA ?”
Lia Agustina beranjak masuk dan menyerahkan sebuah buku catatan kepada farabi.
“Sarah, yang kasih itu ke aku. Mas
farabi sangat beruntung memiliki adik seperti dia. Sarah datang ke rumah,
meyakinkan tentang perasaan mas ke aku. Dan ini, kue yang Sarah dan aku bikin
untuk ulang tahun mas farabi hari ini”.
Farabii membuka sebuah kartu yang
berada di atas box kue, jelas sekali itu tulisan bidadari kecilnya,
Assalamualaikum
Mas farabi,
Kakak-ku yang
di Rahmati Allah, satu angka kini telah menggenapi usiamu. Tak terasa selama 25
tahun mas farabi selalu memberikan kebahagiaan untuk Sarah. Karena itu, kali
ini Sarah punya kado yang sangat special. Aku yakin, mas farabi pasti sangat
senang. Sebelumnya, maaffin Sarah ya, udah lancang baca catatan mas. Tapi dari
situ aku bisa tahu apa yang kakak ganteng-ku ini inginkan. :p
Sebenarnya
mbak Lia juga suka sama mas kok, mas
farabi aja yang terlalu gengsi untuk bilang.Semoga mbak Rahmi bisa benar-benar menjadi pendamping
setia dan kakak ipar yang baik. Oke?!
Salam sayang,
Sarah
Khoirunnisa
“Ahhh…Sarah, kenapa aku baru sadar telah
menyia-nyiakan adik yang berhati peri seperti kamu?” ucap farabi lirih, tangan
kanannya menggenggam erat kartu peninggalan Sarah. “Terima kasih, Sarah. Kado
bidadari ini akan mas jaga dengan sepenuh hati, seperti apa yang kamu
inginkan.” Gumam farabi dalam hati, seraya matanya menatap lurus sosok Lia yang berada di depannya.